Businesstrack.id- Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa kredit perbankan Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 10,27 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Januari 2025. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kedua sisi, yaitu sisi penawaran dan permintaan.
“Dari sisi penawaran, pertumbuhan kredit ditopang oleh realokasi alat likuid ke kredit yang masih berlanjut, serta pendanaan yang didorong oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang terjaga. Selain itu, ketersediaan likuiditas juga tetap baik,” ujar Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (19/2).
Sementara itu, dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didorong oleh kinerja penjualan korporasi yang masih positif meski ada pembatasan pada konsumsi rumah tangga. Secara rinci, pertumbuhan kredit modal kerja tercatat sebesar 8,4 persen yoy, kredit investasi 13,22 persen yoy, dan kredit konsumsi 10,37 persen yoy. Pembiayaan syariah juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sebesar 9,71 persen yoy, sementara kredit UMKM tumbuh lebih moderat sebesar 2,88 persen yoy.
Perry menambahkan bahwa ketahanan sektor perbankan Indonesia tetap kuat, yang tercermin dari likuiditas yang memadai. Rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pada Januari 2025 tercatat sebesar 26,03 persen. Selain itu, rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan pada Desember 2024 tercatat tinggi sebesar 26,69 persen, dengan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) yang tetap rendah, yaitu 2,08 persen bruto dan 0,74 persen neto.
Hasil stress-test yang dilakukan BI menunjukkan bahwa perbankan Indonesia tetap tangguh dalam menghadapi berbagai risiko, didukung oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga. Perry juga menyampaikan bahwa BI akan terus memperkuat sinergi kebijakan bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam memitigasi risiko yang berpotensi mengganggu ketahanan perbankan dan stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mendorong pertumbuhan kredit melalui kebijakan makroprudensial yang akomodatif, yang diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.