Businesstrack.id- Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Sunarso menyoroti potensi besar yang dimiliki oleh stok emas yang disimpan masyarakat secara mandiri, yang hingga kini belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam sistem keuangan nasional. Sunarso menyampaikan bahwa emas masyarakat bisa dimonetisasi dan dioptimalkan agar menjadi sumber likuiditas untuk pembangunan ekonomi Indonesia melalui peran bank emas (bullion bank).
Indonesia memiliki cadangan emas yang melimpah, baik yang masih ada di alam, hasil tambang, maupun yang disimpan oleh masyarakat. Namun, cadangan emas yang dimiliki masyarakat hingga saat ini belum optimal dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, pembentukan bank emas menjadi sangat penting agar cadangan emas dapat digunakan sebagai cadangan likuiditas yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
“Emas masyarakat ini belum optimal dimonetisasi menjadi likuiditas pembangunan, maka bank emas dibentuk dengan tujuan untuk memperkuat cadangan emas kita,” kata Sunarso dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (25/2), terkait peresmian layanan bank emas.
Melalui layanan bank emas yang telah diperkenalkan oleh Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI), diharapkan stok emas yang ada di masyarakat bisa dikelola oleh lembaga jasa keuangan (LJK) untuk menjadi salah satu sumber likuiditas pembangunan. Sunarso optimistis, dengan adanya tambahan likuiditas dari monetisasi emas, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin meningkat.
Sunarso mengingatkan bahwa pengalaman sebelumnya, seperti dalam Paket Kebijakan Oktober 1988, memperlihatkan pentingnya pengelolaan sumber daya yang ada untuk mendorong pembangunan ekonomi. Kini, bank emas akan menjadi wadah untuk mengoptimalkan cadangan emas yang ada di masyarakat dan menjadikannya bagian dari sistem perbankan.
Lebih lanjut, Sunarso menjelaskan bahwa Indonesia saat ini menjadi negara dengan cadangan emas terbesar keenam di dunia, sekitar 2.600 ton, sementara produksi emas Indonesia baru mencapai 110 ton. Meskipun Indonesia mengekspor emas dengan nilai mencapai 5,4 miliar dolar AS pada tahun lalu, Indonesia masih mengimpor emas senilai 2,6 miliar dolar AS.
Salah satu tujuan pembentukan bank emas adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari sumber daya emas yang ada, mengubah emas mentah menjadi produk turunan emas. Hal ini diharapkan tidak hanya mendorong industri emas dalam negeri, tetapi juga menciptakan 1,8 juta lapangan kerja baru dan berpotensi menambah pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar Rp245 triliun.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, meresmikan layanan bank emas Pegadaian dan BSI. Dalam pidatonya, Presiden menyampaikan bahwa bank emas ini akan menjadi langkah sejarah Indonesia untuk memperkuat ekonomi negara. Prabowo berharap keberadaan bank emas dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian, memperluas devisa, serta meningkatkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Sebagai informasi, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) telah memperoleh izin usaha bulion dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 12 Februari 2025, sedangkan Pegadaian juga telah mengantongi izin usaha bulion pada 23 Desember 2024. Keberadaan bank emas ini, yang diatur oleh Peraturan OJK Nomor 17 Tahun 2024, diyakini akan memberikan dampak besar dalam optimasi cadangan emas Indonesia untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.