Businesstrack.id- Samsung Electronics Co. tengah mempertimbangkan untuk mengubah strategi produksi globalnya setelah diberlakukannya tarif timbal balik baru dari Amerika Serikat (AS), yang dapat berdampak signifikan pada bisnis ponsel pintar mereka. Langkah ini menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump yang pada minggu lalu mengungkapkan rencana untuk memberlakukan tarif “dasar” minimal 10 persen pada semua impor ke AS, serta tarif timbal balik spesifik yang mencakup Korea Selatan sebesar 25 persen.
Tarif ini, yang berlaku untuk sebagian besar kategori produk, termasuk ponsel pintar, kecuali beberapa produk seperti kendaraan, semikonduktor, dan farmasi, akan mulai diterapkan pada Rabu (waktu AS). Dalam situasi ini, Samsung, produsen ponsel pintar terbesar di dunia, menghadapi tantangan besar mengingat sekitar setengah dari produksi ponselnya dilakukan di Vietnam, yang akan terkena tarif 46 persen untuk produk yang masuk ke AS.
Selain Vietnam, Samsung juga memproduksi ponsel di India, Brasil, Indonesia, dan Korea Selatan. India akan dikenakan tarif 26 persen, sementara Brasil dan Korea Selatan masing-masing akan dikenakan tarif 10 persen dan 25 persen. Hal ini membuka peluang bagi Samsung untuk meningkatkan kapasitas produksi di negara-negara tersebut, terutama untuk model premium yang ditujukan bagi konsumen di AS.
Brasil, yang memiliki tarif lebih rendah dibandingkan negara lain, menjadi lokasi yang potensial untuk produksi Samsung mengingat kedekatannya dengan pasar AS. Para analis dan ahli industri menyarankan agar Samsung mengembangkan strategi diversifikasi untuk mengurangi dampak tarif timbal balik ini, dengan fokus pada negara-negara yang memiliki tarif lebih rendah.
Samsung dikabarkan sedang mengevaluasi kembali kebijakan produksinya, terutama menjelang peluncuran ponsel lipat generasi terbarunya yang dijadwalkan pada musim panas mendatang. Meskipun demikian, perusahaan masih berhati-hati dan belum ada keputusan resmi yang diambil terkait perubahan besar dalam strategi produksinya.
