Businesstrack.id- Bank Indonesia (BI) mencatat adanya aliran modal asing masuk bersih (net inflow) ke pasar keuangan domestik sebesar Rp5,20 triliun pada periode 10–12 Juni 2025. Data ini menunjukkan optimisme investor asing terhadap stabilitas pasar keuangan Indonesia, meski nilai tukar rupiah mengalami tekanan.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyampaikan bahwa dari total dana asing tersebut, sekitar Rp5,08 triliun masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN), sementara Rp830 miliar mengalir ke pasar saham. Namun demikian, pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) mengalami outflow sebesar Rp710 miliar.
Kinerja Tahunan Masih Cerminkan Dinamika Global
Sejak awal tahun hingga 12 Juni 2025, pasar SBN mencatat net inflow tertinggi sebesar Rp53,91 triliun. Sebaliknya, pasar saham dan SRBI masih membukukan modal asing keluar masing-masing sebesar Rp47,54 triliun dan Rp21,82 triliun. Perbedaan ini mencerminkan pergeseran preferensi investor global terhadap instrumen yang dianggap lebih aman seperti obligasi negara.
Stabilitas Risiko dan Yield Turun
BI juga mencatat penurunan premi risiko investasi Indonesia. Credit Default Swaps (CDS) tenor 5 tahun turun dari 75,92 basis poin (bps) pada 6 Juni menjadi 73,47 bps pada 12 Juni 2025, menandakan persepsi risiko yang lebih rendah terhadap ekonomi nasional.
Di sisi lain, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun sedikit turun menjadi 6,66 persen dari sebelumnya 6,68 persen. Penurunan serupa juga terjadi pada yield US Treasury Note 10 tahun yang turun ke 4,359 persen, menunjukkan tren pelonggaran risiko global.
Nilai Tukar Rupiah Masih Tertekan
Meski ada aliran dana asing, rupiah masih tertekan terhadap dolar AS. Pada Jumat (13/6), rupiah dibuka melemah di level Rp16.260 per dolar AS, turun dari posisi penutupan Kamis (12/6) di level Rp16.230. Pelemahan ini terjadi seiring dengan koreksi pada indeks dolar AS (DXY) yang juga melemah ke 97,92.
Langkah Strategis BI
Dalam menghadapi volatilitas eksternal, Ramdan menegaskan bahwa Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah dan otoritas terkait. Strategi bauran kebijakan akan terus dioptimalkan guna menjaga ketahanan eksternal, menjaga stabilitas nilai tukar, serta mendukung momentum pemulihan ekonomi nasional.